Teori Kepribadian
Ada empat teori kepribadian utama yang
satu sama lain tentu saja berbeda, yakni teori kepribadian psikoanalisis,
teori-teori sifat (trait), teori kepribadian behaviorisme, dan teori psikoligi
kognitif.
1. Teori Kepribadian Psikoanalisis
Dalam mencoba mamahami sistem
kepribadian manusia, Freud membangun model kepribadian yang saling berhubungan
dan menimbulkan ketegangan satu sama lain. Konflik dasar dari tiga sistem
kepribadian tersebut menciptakan energi psikis individu. Energi dasar ini
menjadi kebutuhan instink individu yang menuntut pemuasan. Tiga sistem tersebut
adalah id, ego, dan superego.
Id bekerja menggunakan prinsip
kesenangan, mencari pemuasan segera impuls biologis; ego mematuhi prinsip
realita, menunda pemuasan sampai bisa dicapai dengan cara yang diterima
masyarakat, dan superego (hati nurani;suara hati) memiliki standar moral pada
individu. Jadi jelaslah bahwa dalam teori psikoanalisis Freud, ego harus
menghadapi konflik antara id ( yang berisi naluri seksual dan agresif yang
selalu minta disalurkan) dan super ego (yang berisi larangan yang menghambat
naluri-naluri itu). Selanjutnya ego masih harus mempertimbangkan realitas di
dunia luar sebelum menampilkan perilaku tertentu.
Namun, dalam psikoanalisis Carl Gustav
Jung, ego bukannya menghadapi konflik antara id dan superego, melainkan harus
mengelola dorongan-dorongan yang datang dari ketidak sadaran kolektif (yang
berisi naluri-naluri yang diperoleh dari pengalaman masa lalu dari masa
generasi yang lalu) dan ketidaksadaran pribadi yang berisi pengalaman pribadi
yang diredam dalam ketidaksadaran. Berbeda dengan Freud, Jung tidak mendasarkan
teorinya pada dorongan seks.
Bagi erikson, misalnya meskipun ia
mengakui adanya id, ego, dan superego, menurutnya, yang terpenting bukannya
dorongan seks dan bukan pula koflik antara id dan superego. Bagi Erikson,
manusia adalah makhluk rasional yang pikiran, perasaan, dan perilakunya
dikendalikan oleh ego. Jadi ego itu aktif, bukan pasif seperti pada teori
freud, dan merupakan unsur utama dari kepribadian yang lebih banyak dipengarihi
oleh faktor sosial daripada dorongan seksual.
2. Teori-Teori Sifat (Trait Theories)
Teori sifat ini dikenal sebagai
teori-teori tipe (type theories) yang menekankan aspek kepribadian yang
bersifat relatif stabil atau menetap. Tepatnya, teori-teori ini menyatakan
bahwa manusia memiliki sifat atau sifat-sifat tertentu, yakni pola
kecenderungan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu. Sifat-sifat yang
stabil ini menyebabkan manusia bertingkah laku relatif tetap dari situasi ke
situasi.
Allport membedakan antara sifat umum
(general trait) dan kecenderungan pribadi (personal disposition). Sifat umum
adalah dimensi sifat yang dapat membandingkan individu satu sama lainnya.
Kecenderungan pribadi dimaksudkan sebagai pola atau konfigurasi unik
sifat-sifat yang ada dalam diri individu. Dua orang mungkin sama-sama jujur,
namun berbeda dalam hal kejujuran berkaitan dengan sifat lain. Orang pertama,
karena peka terhadap perasaan orang lain, kadang-kadang menceritakan
“kebohongan putih” bagi orang ini, kepekaan sensitivitas adalah lebih tinggi
dari kejujuran. Adapun orang orang kedua menilai kejujuran lebih tinggi, dan
mengatakan apa adanya walaupun hal itu melukai orang lain. Orang mungkin pula
memilki sifat yang sama, tetapi dengan motif berbeda. Seseorang mungkin
berhati-hati karena ia takut terhadap pendapat orang lain, dan orang lain
mungkin hati-hati karena mengekspresikan kebutuhannya untuk mempertahankan
keteraturan hidup.
Termasuk dalam teori-teori sifat berikutnya
adalah teori-teori dari Willim Sheldom. Teori Sheldom sering digolongkan
sebagai teori topologi. Meskipun demikian ia sebenarnya menolak pengotakkan
menurut tipe ini. Menurutnya, manusia tidak dapat digolongkan dalam tipe ini
atau tipe itu. Akan tetapi, setidak-tidaknya seseorang memiliki tiga komponen
fisik yang berbeda menurut derajat dan tingkatannya masing-masing. Kombinasi
ketiga komponen ini menimbulkan berbagai kemungkinan tipe fisik yang isebutnya
sebagai somatotipe.
Menurut Sheldom ada tiga komponen atau
dimensi temperamental adalah sebagai berikut :
a. Viscerotonia. Individu yang memiliki
nilai viscerotonia yang tinggi, memiliki sifat-sifat, antara lain suka makan
enak, pengejar kenikmatan, tenang toleran, lamban, santai, pandai bergaul.
b. Somatotonia. Individu dengan sifat
somatotonia yang tinggi memiliki sifat-sifat seperti berpetualang dan berani
mengambil resiko yang tinggi, membutuhkan aktivitas fisik yang menantang,
agresif, kurang peka dengan perasaan orang lain, cenderung menguasai dan
membuat gaduh.
c. Cerebretonia. Pribadi yang mempunyai
nilai cerebretonia dikatakan bersifat tertutup dan senang menyendiri, tidak
menyukai keramaian dan takut kepada orang lain, serta memiliki kesadaran diri
yang tinggi. Bila sedang di rundung masalah, Ia memiliki reaksi yang cepat dan
sulit tidur.
3. Teori Kepribadian Behaviorisme
Menurut Skinner, individu adalah
organisme yang memperoleh perbendaharaan tingkah lakunya melalui belajar. Dia
bukanlah agen penyebab tingkah laku, melainkan tempat kedudukan atau suatu poin
yang faktor-faktor lingkungan dan bawaan yang khas secara bersama-sama
menghasilkan akibat (tingkah laku) yang khas pula pada individu tersebut.
Bagi Skinner, studi mengenai kepribadian
itu ditujukan pada penemuan pola yang khas dari kaitan antara tingkah laku
organisme dan berbagai konsekuensi yang diperkuatnya.
Selanjutnya, Skinner telah menguraikan
sejumlah teknik yang digunakan untuk mengontrol perilaku. Tekhnik tersebut
antara lain adalah sebagai berikut :
1) Pengekangan fisik (psycal restraints)
Menurut skinner, kita mengntrol perilaku melalui pengekangan fisik.
Misalnya, beberapa dari kita menutup mulut untuk menghindari diri dari
menertawakan kesalahan orang lain. Orang kadang-kadang melakukannya dengan
bentuk lain, seperti berjalan menjauhi seseorang yang tealh menghina ita agar
tidak kehilangan kontrol dan menyerang orang tersebut secara fisik.
2) Bantuan fisik (physical aids)
Kadang-kadang orang menggunakan obat-obatan untuk mengontrol perilaku yang
tidak dinginkan. Misalnya, pengendara truk meminum obat perangsang agar tidak
mengatuk saat menempuh perjalanan jauh. Bantuan fisik bisa juga digunakan untuk
memudahkan perilaku tertentu, yang bisa dilihat pada orang yang memiliki
masalah penglihatan dengan cara memakai kacamata.
3) Mengubah kondisi stimulus (changing
the stimulus conditions)
Suatu tekhnik lain adalah mengubah stimulus yang bertanggunggung jawab.
Misalnya, orang yang berkelebihan berat badan menyisihkan sekotak permen dari
hadapannya sehingga dapat mengekang diri sendiri.
4) Memanipulasi kondisi emosional
(manipulating emotional conditions)
Skinner menyatakan terkadang kita mengadakan perubahan emosional dalam diri
kita untuk mengontrol diri. Misalnya, beberapa orang menggunakan tekhnik
meditasi untuk mengatasi stess.
5) Melakukan respons-respons lain
(performing alternativeresponses)
Menurut Skinner, kita juga sering menahan diri dari melakukan perilaku yang
membawa hukuman dengan melakukan hal lain. Misalnya, untuk menahan diri agar
tidak menyerang orang yang sangat tidak kita sukai, kita mungkin melakukan
tindakan yang tidak berhubungan dengan pendapat kita tentang mereka.
6) Menguatkan diri secara positif
(positif self-reinforcement)
Salah satu teknik yang kita gunakan untuk mengendalikan perilaku menurut
Skinner, adalah positive self-reinforcement. Kita menghadiahi diri sendiri atas
perilaku yang patut dihargai. Misalnya, seorang pelajar menghadiahi diri
sendiri karena telah belajar keras dan dapat mengerjakan ujian dengan baik,
dengan menonton film yang bagus.
7) Menghukum diri sendiri (self
punishment)
Akhirnya, seseorang mengkin menghukum diri sendiri karena gagal mencapai
tujuan diri sendiri. Misalnya, seorang mahasiswa menghukum dirinya sendiri
karena gagal melakukan ujian dengan baik dengan cara menyendiri dan belajar
kembali dengan giat.
4. Teori Psikologi Kognitif
Menurut para ahli, teori psikologi
kognitif dapat dikatakan berawal dari pandangan psikologi Gestalt. Mereka
berpendapat bahwa dalam memersepsi lingkungannya, manusia tidak sekadar
mengandalkan diri pada apa yang diterima dari penginderaannya, tetapi masukan
dari pengindraan itu, diatur, saling dihubungkan dan diorganisasikan untuk
diberi makna, dan selanjutnya dijadikan awal dari suatu perilaku.
Pandangan teori kognitif menyatakan
bahwa organisasi kepribadian manusia tidak lain adalah elemen-elemen kesadaran
yang satu sama lain saling terkait dalam lapangan kesadaran (kognisi). Dalam
teori ini, unsur psikis dan fisik tidak dipisahkan lagi, karena keduanya
termasuk dalam kognisi manusia. Bahkan, dengan teori ini dimungkinkan juga
faktor-faktor diluar diri dimasukkan (diwakili) dalam lapangan psikologis atau
lapangan kesadaran seseorang.